Sayup-sayup terdengar suara mengaji dari kejauhan pada hari Jumat siang itu. Petanda salat Jumat akan segera dimulai. Sebuah masjid terlihat di bawah sebuah lembah itu, saat datang ke Jorong Kayu Jao, Kanagarian Batang Baruih, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatra Barat
Masjit tua di Sumatra Barat ini ternyata bernama Masjid Tuo Kayu Jao. Masyarakat sekitar menyebutnya dengan Masjid Tuo.
Masjid Tuo ini terletak di lembah yang memiliki landskap dan kontur wilayah bebukitan berhawa sejuk dengan perkebunan teh, pesawahan dan ladang sayuran masyarakat yang mengelilinginya. Berbeda bila dibandingkan dengan masjid lain yang ada di Sumatra Barat yang biasanya terletak di tengah kota atau di pinggir jalan.
Panorama masjid yang indah dilihat dari ketinggian membuat Masjid Tuo ini kian eksotik. Masjid Tuo dulunya didirikan untuk pusat kegiatan tiga anak nagari yaitu Lubuk Selasih, Kayu Aro dan termasuk nagari tempat berdirinya masjid ini yakni Kayu Jao.
Pemberian mana masjid ini tidak lain karena umurnya yang lebih dari 400 tahun. Menurut cerita yang dituliskan Zurnaidi dalam tulisannya Sejarah Masjid Tuo, diperkirakan berdiri tahun 1567 M.
Dulunya masjid ini tidak hanya digunakan keagamaan semata, tapi juga untuk kegiatan musyawarah memecahkan masalah dan merencanakan pembangunan nagari. Kemudian menjadi tempat berkumpul pemuka-pemuka masyarakat tiga nagari tersebut. Tidak hanya itu, bila ada anak nagari yang tidak menjaga kelestraian masjid, maka tidak dibenarkan memakai masjid itu lagi.
Menurut Mustamik, Bendahara Masjid Tuo Kayu Jao, terdapat dua orang yang berjasa dalam pembangunan masjid ini yaitu Angku Musaur (atau dulu panggilannya mashur Termarshur) dan Angku Labai.
"Angku Mushur dulunya imam di masjid ini, ia memiliki suara yang merdu, bacaannya tepat dan benar serta pandai berirama saat menjadi imam ketika salat berjamaah sehingga masjid ini ramai diikuti makmumnya. Angku ini meninggal ketika salat Jumat," ujarnya ketika ditemui usai salat Jumat.
Selain itu, Angku Labai yang menjadi bilal di masjid ini memiliki kelebihan yang mungkin tidak bisa dipercaya dengan logika manusia biasa. Angku Labai bisa berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Menurutnya, pendiri Masjid Tuo Kayu Jao tersebut dimakamkan tidak jauh dari areal masjid. Angku Mushur dimakamkan di muka mihrab masjid, sedangkan makam Angku Labai di seberang masjid dekat jirek atau langgar tempat ia salat di luar masjid.
Masjid Tuo Kayu Jao dengan Arsitektur yang Unik
Masjid yang menjadi saksi nyata perkembangan Islam di Solok ini, sepenuhnya terbuat dari kayu yang setiap bagian sambungannya hanya dipasak oleh kayu. Bagian dinding Masjid Tuo Kayu Jao dihiasi ornamen-ornamen ukiran yang khas.
Masjid-masjid di Minangkabau tidak jauh berbeda dengan mesjid-mesjid kuno di Indonesia, yang membedakan dengan mesjid luar Minangkabau adalah makna-makna dibalik simbol-simbol budaya yang diapresiasikan dalam bentuk arsitektur masjid. Keberlanjutan budaya pra Islam sangat kental dilihat terhadap mesjid-mesjid kuno di Minangkabau. Material kultur pra Islam telah menjadi living monument (monument yang masih difungsikan) dalam kehidupan masyarakat Minangkabau karena budaya pra Islam tidak ditinggalkan tetapi diramu sedemikian rupa sehingga menghasilkan arsitektur yang mengagumkan (Sudarman : 2006 & 2009).
Mustamik menceritakan, dulunya pembangunan Masjid Tuo Kayu Jao tidak menggunakan paku hanya di pasak saja. Namun, melihat perkembangannya dan kondisi masjid saat itu, maka atas usulan BPCB Sumatra Barat waktu pemugugaran pola bangunan lama tersebut digantikan dengan memaku kayu-kayunya.
"Tapi untuk bangunan induknya masih dipertahankan dengan tidak memakai paku hanya dinding, plafom dan lantainya saja," ungkapnya.
Bangunan Masjid Tuo Kayu Jao merupakan bangunan yang memiliki gaya bangunan gabungan antara corak Islam dengan corak Minangkabau. Walaupun banyak dipengaruhi oleh budaya ajaran Hindu terhadap bentuk masjid di Minangkabau. Semua itu tidak menghilangkan ciri khas budaya asli terhadap bentuk masjid kuno di Minangkabau.
Atas Masjid Tuo Kayu Jao ini terbilang unik karena tersusun dari tumpukan ijuk. Atap ijuk ini merupakan ciri khas arsitektur dari bangun rumah adat Minangkabau yaitu Rumah Gadang. Atapnya yang berbahan ijuk ini memiliki ketebalan sekitar 15 cm, tapi kini telah ditumbuhi lumut. Ditambah lagi pada bagian mihrab (bagian dari bangunan masjid/mushalla yang digunakan sebagai tempat imam memimpin salat berjamaah) terdapat bangunan bergonjong menambah kental nuansa adat Minangkabau di tertua di Indonesia ini.
Memasuki masjid disambut 9 tiang utama yang menopang masjid berbentuk limas ini dari jumlah keseluruhan tiangnya yang terdapat 24 buah. Jumlah tiang tersebut melambangkan enam suku yang masing-masingnya terdiri dari ampek jinih (empat unsur pemerintahan adat ninik mamak) sehingga jumlahnya 24 bagian.
Uniknya, Masjid Tuo Kayu Jao ini memilik mimbar yang telah ada sejak dulunya meski berangsur-angsur lapuk di bagian sana-sininya, begitu juga bedug dan sebuah mihrab yang masih utuh diperkirakan usianya sama dengan masjid.
Melihat Masjid Tuo Kayu Jao ini arsitektur atapnya persis seperti yang dimiliki Masjid Raya Demak dan Masjid Raya Banten yang atapnya juga bersusun atau bertingkat. Namun, dari beberapa segi, Masjid Tuo. Kayu Jao ini memiliki beberapa keunggulan. Terutama dari segi filosofis yang terkandung pada masjid tersebut seperti Surau Lubuk Bauk Sicincin.
Kuatnya pengaruh syariat Islam di Masjid Tuo tergambar dari atap limasnya yang terdiri dari tiga tingkatan yang menggambarkan Iman, Khatib dan Bilal. Selain itu juga terdapat 13 buah jendela yang terpasang pada masjid ini mengisyaratkan rukun salat.
Begitu juga anak tangga yang berjumlah 5 buah melambangkan rukun Islam. Bahkan 2 puncak atau gobahnya menunjukan Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw.
Masjid Tuo Kayu Jao Masih Dilestarikan
Masjid Tuo Kayu Jao ini merupakan salah satu cagar budaya di Solok yang diawasi oleh Balai Pelestarian Cagari Budaya (BPCB) Sumatra Barat. Masjid Tuo Kayu Jao sudah beberapa kali dilakukan pemugarannya, contohnya saja pemugaran tonggak tengah utama mesjid pada 26 Juni 1988 dan juga beberapa waktu lalu juga telah diganti atap ijuknya yang telah lapuk di makan usia.
Mustamik mengatakan, Pemugaran yang dilakukan oleh BPCB Sumatra Barat tidaklah meninggalkan arsitektur aslinya malah berusaha menonjolkan nilai ekstitika dari masjid.
"Masjid Tuo diganti warnanya menjadi coklat kehitaman yang dulunya berwarna putih agar lebih klasik dan kuno," katanya.
"Masjid Tuo diganti warnanya menjadi coklat kehitaman yang dulunya berwarna putih agar lebih klasik dan kuno," katanya.
Masyarakat sekitar pun selalu bergotong royong membersihkan lingkungan mesjid secara bergantian setiap satu bulan. Anak surau (sebutan anak-anak dan remaja masjid .red) juga tidak ketinggalan menjaga kelestrian masjid dengan membersihkannya setiap hari Jumat dan Minggu.
Memasuki areal masjid akan disambut oleh bebatuan besar ibarat prasasti dan warna warni bunga bunga yang terhampar diberbagai sudut halaman masjid.
Gemericik air sungai yang ada di muka masjid pun menambah suasana khusyuk ketika salat di sana. Di depan pintu masjid ada kolam kecil untuk cuci kaki sebelum masuk ke dalam masjid.
Untuk menuju ke lokasi masjid tidaklah begitu sulit sekitar 500 m dari jalan utama menuju Alahan Panjang atau dari Kota Padang bisa ditempuh kurang lebih 2 jam dengan kendaraan roda empat. Selain itu, infastruksturnya sudah di beton sehingga tidak menyulitkan pengunjung untuk bisa menikmati sajian wisata religi yang memukau.
Sekitar tahun 1970-an, Masjid Tuo Kayu Jao sempat tidak digunakan, dikarenakan pembangunan masjid raya di dekat jalan masuk sehingga aktivitas ibadah berpindah dari masjid tuo ke masjid raya tersebut. Namun demikian, masyarakat sekitar masih mengunakan masjid ini untuk melaksanakan aktivitas ibadahnya seperti salat lima waktu, ramadan dan belajar mengaji anak-anak. Bahkan rencananya akan digunakan untuk salat hari raya kebesaran Islam.
Terakhir mengunjungi dan salat di masjid tuo ini, halamannya masih tanah dan kini sudah di beton. Bagaimanapun juga pesona dan nuansa kearifan lokalnya masih tetap terjaga. Pepaduan arsitektur dan panorama alam menjadi begitu harmonisnya membuat kagum para pelancong yang datang ke masjid ini.
Masjid Tuo Kayu Jao ini beberapa kali dikunjungi wisatawan, bahkan pernah diliput media nasional maupun daerah. Namun, pemerintah setempat kurang giat mempromosikannnya. Masjid Tuo Kayu Jao ini dapat menjadi destinasi unggulan untuk wisata religi dan sejarah di Kabuoaten Solok.
Padahal, jika dikelola dengan baik akan mengundang wisatawan yang mengunjungi daerah Jorong Kayu Jao dan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat yang umumnya berladang. Terpenting selalu dijaga keasrian dan keasliannya.
Tidak ada salahnya jika berkunjung ke Solok, singgah sejenak ke Masjid Tuo Kayu Jao yang menyimpan sejuta cerita ini.
Dipublish untuk Wawasan Proklamator Detik Travel dan tulisan ini menjadi referensi untuk Wikipedia.
Referensi:
Dipublish untuk Wawasan Proklamator Detik Travel dan tulisan ini menjadi referensi untuk Wikipedia.
Referensi:
Foto Jadul: Labor Sejarah IAIN Imam Bonjol Padang dalma blog Malika Ilham Tahun 2011.
Peta: Penelitian Dion Farhan Harun, Antariksa, Abraham Mohammad
Ridjal mengenai Pelestarian Bangunan
Masjid Tuo Kayu Jao Di Sumatera Barat, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya.
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.
No comments:
Post a Comment