Sinar matahari di awal bulan Maret begitu teriknya, sekumpulan juranalis kampus se-Sumatra yang mengikuti Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut (PJTL) mengenai Jurnalisme Siber berkesempatan datang untuk mengunjungi "Mak Itam", salah satu ikon wisata kota tua di Sawahlunto, Selasa (06/03/2012).
Kota Sawahlunto sebagai salah satu kota tambang batubara di Sumatra Barat. Pada abad pertengahan ke-19 Sawahlunto tidak bisa dipisahkan dari Mak Itam, ketika Ir.Willem Hendrik de Greve tahun 1868 yang ditugaskan oleh Gubernur Kolonial Hindia Belanda melakukan ekspedisi ke pedalaman Minangkabau dan menemukan kandungan deposit batubara di Sungai Ombilin, salah satu sungai di Sawahlunto. Kemudian eksplorasi batubara pun mulai diproduksi sejak tahun 1892 hingga 2000-an.
Mak Itam, sebutan masyarakat Minangkabau untuk kereta api lokomotif uap tertua di Indonesia yang berasal dari Sawahlunto. Lokomotif buatan Hartmann Chemnitz ini berasal dari Esslingen, Jerman dengan nomor seri E 1060.
Selasa itu, lokomotif tua ini sedang tertidur di Museum Kereta Api Sawahlunto. Nuansa massa lampau akan hadir ketika memasuki museum yang didirikan Belanda pada tahun 1918 ini. Mengajak pengunjung untuk bernostagia ke zaman Kolonial Hindia Belanda di tahun 1888.
Museum ini merupakan museum kereta ke dua di Indonesia setelah Museum Kereta Api Ambarawa yang dulunya pernah difungsikan sebagai stasiun kereta api, namun sejak Desember 2003 tidak digunakan kembali.
Mak Itam pada massa itu digunakan sebagai alat trasportasi untuk menarik gerbong-gerbong pembawa batubara hasil eksploitasi perut bumi Sawahlunto ke luar Sumatra. Namun dikarenakan pengangkutan batubara ke Padang tidak lagi mengunakan Mak Itam, maka pada 17 Desember 2005 Stasiun ini berubah menjadi Musium Kereta Api Sawahlunto dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya.
Galeri foto-foto Mak Itam dan kehidupan stasiun Sawahlunto lampau tertata apik di museum ini semakin menengelamkan pengunjung untuk merasakan sensasi tempo dulu. Tidak hanya itu disini juga terdapat pajangan dan replika berbagai jenis miniatur kereta api, gerbong berbagai macam peralatan perkereta-apian yang umurnya 100 tahunan lebih seperti roda, mesin ketik tua, alat komunikasi, lonceng penjaga dan sebagainya.
Menarikanya di museum ini juga menyimpan dua jam stasiun kuno yang memiliki keunikan pada tulisan romawi di angka empatnya. Seharusnya dengan tulisan romawi 'IV' pada jam tersebut bukannya empat huruf romawi 'IIII'. Keunikan pada jam ini memiliki kesamaannya yang sama dengan Jam Gadang yang terdapat di Kota Bukittinggi.
Dona, petugas Musium Kereta Api Sawahlunto menceritakan, dari penemuan cadangan batubara di kota ini, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk membuat jalur kereta api dari Sawahlunto ke Emmahaven kini dikenal dengan Teluk Bayur di Padang sejauh 151,5 km.
Menurutnya, Pembangunan dimulai ini dengan pembuatan jalur Pulau Aie, Padang sampai Padang Panjang yang selesai pada 12 Juli 1891. Dari Padang Panjang ke Bukittinggi diselesaikan pada 1 November 1891.
"Kemudian, dilanjutkan ke Solok yang selesai pada 1 Juli 1892. Dari Solok hingga Muarokalaban dan jalur Padang-Telukbayur seleasi bersamaan pada 1 Oktober 1892. Akhirnya jalur Muarokalaban-Sawahlunto selesai pada 1 Februari 1894," ujarnya, Selasa (06/03/2012).
Namun dalam pembangunan jalur Mak Itam ini mengisahkan peristiwa yang memilukan dari para pekerja paksa yang dikenal dengan orang rantai yang diperlakukan secara tidak manusiawi oleh Kolonial Hindia Belanda.
Kereta api di Sumatra Barat beroperasi dengan menggunakan rel bergigi mengingat lokasi penggunaannya berada di daerah pegunungan dengan kemiringan lintas rel sebesar 6%, umumnya hanya sampai 1% saja
Lebih lanjut Dona menjelaskan, Mak Itam yang terdapat di Museum Kereta Api Sawahlunto ini sebelumnya juga sempat dibawa ke Museum Kereta Api Ambarawa mengingat kala itu tidak beroperasinya aktivitas transportasi yang menggunakan kereta api di Sumatra Barat.
Dan dikembalikan lagi mengunakan truk tronton sampai Muarokalaban pada 13 Desember 2008 dan sampai di Sawahlunto pada 20 Desember 2008. Kemudian Mak itam ini diresmikan oleh Menteri Perhubungan pada 21 Februari 2009 dan pertama kali beroperasi kembali pada 1 Maret 2009.
Sebagai sang legenda Mak Itam kini berenkarnasi menjadi kereta wisata yang mampu membawa gerbong penumpang dengan kapasitas 30 orang dari Museum Kereta Api Sawahlunto sampai ke stasiun Muarakalaban dalam waktu kurang lebih setengah jam dengan kecepatan 10 km/jam.
Dona mengatakan, selama perjalanan wisata ke Muarakalaban Mak Itam akan melewati sebuah terowongan yang panjangnya 835 m (hampir 1 km) yang menerebos batuan cadas dimana separuh terowongannya naik menanjak dan lubang tersebut dikenal dengan Lubang Kalam.
"Lubang kalam ini terdapat 27 kamar-kamar di kiri dan kanan jalar melintas Mak Itam, fungsi kamar tersebut sebagai tempat berlindung para pekerja ketika kereta melewatinya," katanya, sambil menunjukan foto lubang kalam saat pembangunan dulu dan kondisi sekarang.
Mak Itam sebagai sang legenda Sawahlunto ini digerakkan oleh uap panas hasil pembakaran barubara yang digunakan untuk memanaskan air dalam tungku di kereta yang akan dirubah menjadi uap.
"Butuh 4-6 jam bisa membangunkan Mak Itam dari tidurnya agar bisa berjalan-jalan melihatkan pengunjung ke massa lampau," ungkapnya dona.
Pengunjung juga dapat melihat video sejarah Mak Itam di Ruangan Audio-visual Museum Kereta Api Sawahlunto yang terletak di sebelah kanan bangunan ketika masuk museum ini.
Teringat kata Walikota Sawahlunto, Amran Nur yang menjelaskan, Sawahlunto dengan slogannya, kota wisata tambang yang berbudaya ini. Pemerintah kota-nya menjadikan Mak Itam sebagai ikon kota wisata tua yang dulunya pernah menjadi kota pertambangan barubara terbaik di dunia.
"Kurang rasanya jika ke Sawahlunto tidak mengunjungi Mak Itam dan suatu kebanggaan juga Mak Itam bisa ikut berpartisipasi dalam acara Tour De Singkarak tahun 2011 lalu," ungkapnya saat memberikan sambutan, Sabtu (03/03/2012) dalam acara Pelatihan Jurnalistik se-Sumatera yang diadakan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) IAIN Imam Bonjol Padang pada 02-07 Maret 2012.
Selain itu, UNESCO memberikan penghargaan Asia-Pacific Heritage Awards for Culture Heritage Conservationkepada Sawahlunto untuk kategori Living Museum Town di tahun 2009.
Sore itu, setelah puas berfoto-foto dan menyelami kehidupan sang legenda Mak Itam. Pemandangan diluar Musium Kereta Api Sawahlunto tidak kalah eksotisnya, ketika melihat Hollywood ala Sawahlunto. Ini merupakan tulisan dari kata SAWAHLUNTO yang tertanam di atas bukit.
Mak Itam dapat dikunjungi pada hari Minggu dan saat hari libur di Museum Kereta Api Sawahlunto yang terletak Jalan. Kampung Teleng, Kel. Pasar, Kec. Lembah Segar, Kota Sawahlunto kira-kira 95 km dari Kota Padang ibukota provinsi Sumatra Barat, bisa juga dari kota wisata Bukittinggi sekitar 80 km dan dari kota budaya Minangkabau Batusangkar sekitar 42 km.
Untuk berwisata di Museum Kereta Api Sawahlunto pengunjung dapat datang setiap hari Senin-Minggu pukul 08.00-17.00 WIB dengan biaya masuk untuk anak-anak Rp. 2000,- dan dewasa Rp. 3000,-/orang. Sedangkan untuk menyewa Mak Itam dengan kisaran harga Rp.4-5 juta dan untuk jalan-jalan dengan Mak Itam dari Sawahlunto-Muarakalaban-Sawahlunto dapat membayar tiket dengan harga Rp. 50.000,-/orang.
Tidak hanya itu, dari Musium Kereta Api Sawahlunto ini, pengunjung bisa melanjutkan perjalanan ke beberapa peninggalan sejarah seperti ke Lobang Mbah Soero sekitar 0,3 km, Musium Gudang Ransoem berjarak 0,5 km dan Makam M Yamin 16 km lagi.
Sedangkan untuk wisata keluarga dan anak-anak seperti Arena Water Boom berjarak 6 km lagi, Arena Terbang Layang sekitar 2 km dan kawasan Kebun Binatang Kandi 11 km lagi dari Museum Kereta Api Sawahlunto.
Lokasi kota sawahlunto seperti mangkuk besar yang dikerumuni oleh pemukiman penduduk bergaya bangunan zaman Kolonial Belanda-nya, menujukan Sawahlunto sebagai kota wisata tua di Sumatra Barat bahkan dunia. Mengunjugi Sawahlunto ibarat kota Bandung di malam hari dan kota Batavia di siang hari. Ada juga yang mengungkapkan "Eropa kecil" nya Sawahlunto.
Tuliasan ini telah dipublikasikan di Wawasan Proklamator dan pernah menjadi juara harapan pertama dalam Lomba Penulisan Feature se-Sumatra.
—————————————————————————————————————————————————
Bayu Haryanto – biasa disapa Ubay. Penikmat senja yang bermimpi untuk explore Indonesia dengan tagline #JajahNagariAwak. Pemotret yang suka dipotret. Perngkai kata dalam blog kidalnarsis.blogspot.com. Jejaring sosial Twitter @beyubay dan Instagram @beyubaystory.
Traveling ■ Explore ■ Journalism ■ Photograph ■ Writer ■ Share ■ Inspire
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.
No comments:
Post a Comment