Jelang kumandang azan Isya tiba, masyarakat berbondong-bondong berdatangan dari berbagai daerah di Kota Padang bahkan ada juga yang sengaja menyempatkan untuk beribadah di masjid ini. Didaulat sebagai masjid terbesar dan termegah di provinsi Sumatera Barat ini menjadi begitu kesohor, setelah mulai digunakan untuk beribadah, meskipun pembangunannya belum sepenuhnya rampung. Masjid Raya Sumatera Barat namanya.
Pada kesempatan itu di awal minggu bulan Ramadan, saya bersama seorang adik, Muhammad Rafi melaksanakan ibadah salat Tarawih di masjid yang disebut juga dengan nama Masjid Mahligai Minang. Entah mengapa dijuluki nama tersebut mungkin karena arsitekur bangunan yang khas Minangkabau.
Bangunan utama Masjid Raya Sumatera Barat terdiri dari tiga lantai dengan luas area 40.343 meter persegi, berada ditempat paling stategis persis di jantung ibu kota provinsi. Tepatnya dipersimpangan antara jalan Khatib Sulaiman dan jalan Jalan KH. Ahmad Dahlan, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang.
Masjid tersebut mampu menampung sekitar 20.000 jamaah. Dengan rincian, lantai dasar masjid dapat menampung 15.000 jemaah serta lantai kedua dan ketiga sekitar 5.000 jamaah. Wajar saja selain untuk sebatas tempat beribadah, Masjid Raya Sumatera Barat ini juga dirancang mampu menahan goyangan gempa hingga 10 SR dan sebagai shelter lokasi evakuasi bila terjadi Tsunami.
Untuk saat ini pada lantai pertama masjid ini terdapat ruang salat, tolilet, tempat berwudu, areal parkir. Kemudian lantai kedua yang merupakan ruang utama dalam masjid ini yang dipergunakan sebagai tempat salat dan lantai ketiganya yang berbentuk leter U ini belum dapat digunakan untuk beribadah sebab belum dikeramik masih proses pembangunan.
Pada ruang utama ini memiliki interior yang menarik dan unik. Baru baru ini interior di dalam masjid baru dipasang, dibagian mihrabnya dibuat menyerupai bentuk batu Hajar Aswad dengan atapnya terdapat ukiran nama-nama asmahul husna yang berwarna emas dengan latar putih. Selain itu juga karpet permadani yang digunakan untuk sajadah ini merupakan hadiah kiriman dari pemerintah Turki.
Peletakan batu pertama masjid ini dilakukan pada 21 Desember 2007 oleh gubernur Sumatra Barat kala itu, Gamawan Fauzi. Mulai dibangun pada tahun 2008 hingga sampai sekarang ini. Pertama kalinya Masjid Raya Sumatera Barat digunakan untuk ibadah pada 7 Februari 2014, ketika itu salat Jumat dan pada tahun yang sama juga untuk pertama kalinya digunakan untuk salat Tarawih sepanjang malam bulan Ramadhan. Awal Ramadan 1436 H ini Masjid Raya Sumatera Barat yang telah dipercantik dengan pagar dan papan nama, diresmikan penggunaannya oleh Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno.
Masjid Raya Sumatra Barat didirikan sebagai pelengkap dari Tungku Tigo Sajarangan Tali Tigo Sapilin yaitu Istana Basa Pagaruyung di Batusangkar Kabupaten Tanah Datar sebagai lambang ninik mamak (adat), Perpustakaan Bung Hatta di Kota Bukittinggi sebagai simbol cadik pandai (intelektual) dan Masjid Raya Sumatra Barat di Kota Padang sebagai lambang kaum ulama (agama).
Menariknya, masjid ini tidak memiliki kubah seperti pada umumnya, namun atapnya memang unik sebab ciri khas Minangkabau begitu kental melekat pada bangunannya. Masyarakat Sumatera Barat terkenal sebagai masyarakat yang sangat menjunjung tinggi budaya dan adat istiadat serta memegang teguh agama Islam yang sejalan dengan dengan pepatah Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, yang artinya adat bersendikan kepada agama, dan agama ersendikan kitabullah (Al-Quran).
Hal itu tercemin dalam Masjid Raya Sumatera Barat ini. Sebenarnya atap masjid ini menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan empat kabilah suku Quraisy saat berselisih pendapat mengenai pemindahan batu Hajar Aswad di Mekkah. Bila diperhatikan, keempat sudut dari atap masjid ini berbentuk gonjong yang seperti yang terdapat pada rumah adat Minangkabau.
Kemudian dinding masjid ini berbentuk ukiran tempat Al-Quran dengan empat sudut yang mengandung arti dalam budaya Minangkabau sebagai tau di nan ampek, yakni Al-Quran, Injil, Taurad dan Zabur. Tersirat juga makna adat nan ampek, yaitu adat nan subana adat, adat nan diadatkan, adat nan taradat dan adat istiadat. Pada eksterior Masjid Raya Sumatera Barat terdapat ukiran yang menampilkan kaligrafi dan motif kain songket khas Minangkabau.
Nah, bentuk dinding masjid yang memiliki ukiran segitia yang didalammnya terdapat enam sudut ini sempat menjadi perbincangan berbagai kalangan, namun sebenarnya memiliki filosofi yaitu tiga tungku sajarangan, tiga tali sapilin (ulama, ninik mamak, cadiak pandai) yang harus memegang teguh rukun iman sebagai pengikat seluruh elemen yang ada ditengah-tengah masyarakat.
Karena terpesonanya, saya sampai lupa bila salat Isya sudah dimulai. Usai salat berjamaan seperti biasanya ditempat manapun, pengurus masjid akan mengumumkan beberapa hal terkait dengan keuangan masjid dan penceramah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, pengurus masjid akan selalu mengingatkan bila kendaraan baik roda dua dan empat tidak ada pungutan biaya parkir dan bila ada maka masyarakat diharpakan mengindahkannya sebab pengurus masjid telah menempatkan petugas Satuan Pangong Praja (satpop PP) untuk mengamankan areal masjid.
Selain itu juga bila hendak melaksanakan salat, para jemahan harus meletakan tumit kakinya di atas garis ukiran yang ada disejadahnya. Hal tersebut untuk merapikan barisan shaf saat hendak salat. Salat Tarawih disini tidaklah lama hanya berjumlah 11 rakaat, dimana dua rakaat salam sebanyak delapan kali, kemudian dilanjutkan dengan salat Witir sebanyak tiga rakaat sehingga berjumlah 11 rakaat.
Menjadi suatu kebiasaan baru bagi masyarakat yang baru datang ke masjid ini, usai beribadah mengabadikan moment berfoto-foto dan selfie sembari berkeliling menikmati setiap sudut keunikan dan kemegahan masjid ini.
Beribadah di masjid ini, bukan untuk yang pertama kalinya bagi saya. Ini untuk kali kedelapannya, dimana pertama kali saat saat Tarawih dengan Nasrul tahun 2014 lalu. Kemudian salat Id Adha, salat Jumat dengan Rion, Nanda dan Yusuf, sekedar mengunjungai masjid sore hari bersama Doni, salat Magrib dengan Yusuf dan Imam, salat Tarawih pada tahun 2015 ini bersama Ababil Gufron, salat Tarawih dengan Nasrul dan salat Tarawih kali ini.
Kabarnya dalam waktu dekat ini akan dibangun menara masjid yang akan dipadukan dengan corak menara Masjid Nabawi yang ada di Madinah. Selain itu menurut rancangannya di kawasan Masjid Raya Sumatera Barat ini juga akan dibangun Islamic Center, ruang serbaguna dan fasilitas lainnya.
Masjid Raya Sumatera Barat ini dapat menjadi suatu objek wisata religi baru dan landmark bagi Kota Padang serta menjadi sarana untuk belajar mengenai arsitektur tradisional bangunan masjid yang mengalami moderenisasi. Tentunya bila sedang berada di Kota Padang tidak ada salahnya untuk mencoba salat Tarawih di masjid yang menjadi kebanggaan masyarakat Minangkabau ini.
No comments:
Post a Comment