Lubuak
Tampuruang lagi. Itu pilihan dari sekian list
tujuan destinasi yang ingin dikunjungi saat libur pekan tiba. Ceritanya mau menjemput
kembali jejak yang telah tertinggal dan menggantinya dengan kisah yang lebih seru lagi . Barangkali ada hal yang baru dan menarik untuk diceritakan.
Tiap tempat akan memiliki pesonanya tersendiri, begitu juga dengan Lubuak Tampuruang
ini. Jika dalam bahasa Indonesia ditulis Lubuk Tempurung.
Kala itu, saya
bersama Imam Mardatilah dan M. Denis menghabiskan pagi di Lubuak Tampuruang. Dengan
menggunakan sepedah motor kami pegi ke tempat ini. Kami telah janjian bertemu
di jembatan Bypass Kuranji kemudian menuju jalan Raya Belimbing hingga sampai
di simpang menuju lokasi.
Dari
sini kira-kira jaraknya sekitar 20 km dari pusat kota. Hingga posko parkir
kendaraan masih ditempuh sekitar 2 km dan untuk sampai di lokasi air terjun harus
berjalan kaki sejauh 500 m.
Oh
iya lupa bercerita, Lubuak Tampuruang itu merupakan objek wisata pemandian alam
yang memiliki air terjun berada di atas perbuktian Kampung Guo, Kelurahan
Kuranji, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatra Barat. Destinasi ini dikenal
dengan nama Air Terjun Lubuak Tampuruang.
Saat
saya berkunjung ternyata ada hal yang baru dari objek wisata ini. Beberapa
bagian telah dipercantik, sudah ada plang yang menunjukan keberadaan Air Terjun
Lubuak Tempuruang. Kemudian setelah sampai di posko tempat meletakan kendaraan
sudah ada gapura dan pos penjagaan. Ini dibuat pada pertengahan Desember 2015
lalu berkat binaan salah satu perguruan tinggi di Kota Padang. Semakin kece
nih.
Jadi
penasaran, apa lagi yang terbaru ketika telah sampai di lokasi air terjun ini.
Satu per satu jejak langkah kaki ini dijemput kembali. Akses
menuju lokasi sangat mudah, ditempuh dengan menyusuri jalan setapak yang telah
dibuat dan selama perjalanan akan melewati perkebunan rambutan dan
durian milik masyarakat. Untuk rutenya bisa deh baca plesiran saya sebelumnya,
Memanjak Badan di Air Terjun Lubuak Tampurung
Kemudian
sedikit mendaki beberapa anak tangga yang terbuat dari semen seadanya. Cukup layah (becek.red), bertanah merah lagi
saat itu, sebab semalam hujan sempat mengguyur Kota Padang. Sampai di atas
bukit, hamparan sebagaian Kota Padang terlihat. Suguhan panorama alam yang memanjakan mata.
“Wis,
liat bang. Keren !” ucap sepontan Imam.
“Iya
mam, itu sebagaian kota terlihat, sekitaran Kuranji dan Bypass mam.” Jawabku
sambil menunjukan ke arah kota.
Posisi
saya saat itu berada dibelakang mereka. Sengaja untuk bisa memetik beberapa
gambar selama perjalanan hingga menuju lokasi air terjun.
Memang berfoto
menjadi hal wajib bila datang ke tempat wisata sebab bukan sekedar fotonya saja
namun ada cerita dibalikanya itu. Untuk setiap foto memiliki jutaan makna yang
tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Selama perjalanan hingga di lokasi saya
terus mengabadikan momen untuk spot-spot tertentu.
Sebentar
lagi akan sampai setelah melewati jalan bebatuan pada pendakian yang kedua. Tidak
berapa lama kemudian terdengar suara gemuruh air maka akan sampai ke lokasi air
terjun.
“Itu
air terjunnya,” ucap senang Denis.
Ikon “Lubuak Tampuruang”
Denis dan Imam nampaknya mempercepat langkahnya untuk menuju air terjun. Sebenarnya mereka baru pertama kali mengunjungi tempat ini dan saya untuk kali keduanya. Dari kejauhan terlihat ada tanda yang bertuliskan Lubuak Tampuruang dipasang di tebing bebatuan tingginya sekitar 3 m dari permukaan tanah.
Itu menjadi ikon dan yang terbaru lagi dari objek wisata ini. Bakalan banyak pengunjung yang selfie di sini nih. Jika ingin berfoto yang tertib dan jangan merusak ya. Hehe
Meskipun
berada di pinggiran kota, pesona yang disajikannya sangat menawan, berpagar
bebatuan yang bentuknya unik dan tertata apik sekali. Berada di perbukitan yang
masih asri, rimbuh oleh pepohonan meski berada di dekat areal perkebuanan warga.
Banyak
kupu-kupu yang berkeliaran dan sesekali burung-burung hutan turun untuk minum
di sepanjang aliran sungai yang jernih dari aliran Sungai Batang Guo yang
berada di kawasan Bukti Barisan dengan ketinggian lebih dari 700 mdpl.
Perjalanan
yang cukup melelahkan akan terbayarkan dengan suguhan kicauan burung, gemericik
air, tarian dedauan, suasana yang sejuk, sepi, damai serta dinginnya air sungai
yang menjadi perpaduan yang sangat menyegarkan jiwa raga. Tentunya siapa juga
yang tidak betah dengan suasana tersebut untuk berlama-lama berada di sini.
Itulah
pesonanya yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Ditambah lagi
dengan adanya ikon sign Lubuak Tampuruang. Semakin lengkap menjadikan daerah
ini sebagai destinasi wisata yang patut untuk dikunjungi. Jujur saja tidak akan
rugi kok.
Saya terus melangkah mengikut Denis dan Imam, mereka sudah hampir sampai di lokasi air terjunnya. Sebenarnya air terjun di kawasan Lubuak Tampuruang ini ada dua, pertama letaknya di bawah jalan setapak sebelah kiri.
Air terjunnya cukup
menarik, kiri kanannya terdapat bebatuan yang mirip piramida, disusun
bertumpuk-tumpuk. Keren nih kalo foto lagi di sana, sebelumnya saya pernah
mengabadikan foto di air terjun ini tapi fokus saya pada ikon sign Lubuak
Tampuruang.
Air
terjun kedua, ya Air Terjun Lubuak Tampuruang. Dinamakan itu karena bentuk
lubuaknya (kolam) yang menyerupai batok tempurung kelapa. Aliran air ini
berasal dari Sungai Batang Guo, Gunung Nago
yang jatuh membentuk air terjun.
Diperkirakan
memiliki ketinggian lebih dari 10 meter dengan kedalaman lubuak bisa mencapai
lebih dari 2 meter berwarna hijau. Jika dilihat dari ketinggian maka lubuak
tersebut memang seperti tempurung kelapa yang telah dibelah, sehingga tidak salah
bila tempat ini diberi nama seperti itu.
Dulu Sarasah Pak Uruang
Suasana Air Terjun Lubuk Tampurung |
Saya juga baru tahu, ternyata sebelum dikenal dengan nama Air Terjun Lubuak Tampurung, dulunya bernama Sarasah (air terjun) Pak Uruang. Nama tersebut dilekatkan kepada tetua kampung yang pertama kalo menghuni kampung ini yaitu Pak Uruang.
Kabarnya, sekitar tahun 1950-an daerah Guo Pitameh (mungkin sekarang Kampung Guo dan sekitarnya) dihuni oleh tiga kepala keluarga dari suku Melayu keturunan daerah Darek. Siapa yang mengira, lambat laun pendatang semakin bertambah dan menetap di sini sekaligus untuk membuka ladang dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dulu, belum ada yang memberi nama air terjun itu. Kemudian tahun 1983, kala itu sedang ada kegiatan Operasi Bakti ABRI (sekarang TNI), nama Lubuak Tampuruang muncul ketika proses pembukaan jalan setapak dari daerah Balimbiang menuju daerah kecil Guo Pitameh dan diteruskan hingga menuju ke Sarasah Pak uruang. Sejak itu hingga saat ini masyarakat mengenal Air Terjun Lubuak Tampurung.
Langkah terus tertuju pada yang berada di apit tebing bebatuan besar. Inilah Air Terjun Lubuak Tampuruang, kataku dalam hati. Akhirnya semua keringat yang mengucur terbayar sudah. Sebuah air terjun dengan tinggi lebih dari 10 meter ini telah menyapa dan aliran air yang terjun bebas menari-nari indah di depan mata.
Puluhan kubik air yang tertampung membentuk lubuk berwarna
hijau ini sungguh mengoda untuk segera bermain air. Debit airnya cukup deras
kala itu, sehingga banyak butiran-butiran air yang berhamburan mengenai badan
bila mendekati air terjun ini. Kedalaman
lubuaknya bisa mencapai lebih dari 2 meter dan berwarna hijau.
Jepret
sana, jepret sini. Rasanya sudah cukup. Saatnya membasahkan badan. Sebenarnya jika
tidak mandi di Air Terjun Lubuak Tampuruang itu tidak lengkap rasanya, apalagi
mencoba terjun bebas (jump shoot) ke dalam
lubuak-nya. Dari rumah saya belum mandi pagi dan jauh-jauh ke sini hanya untuk
mandi saja. Hahaha
Tapi
tidak juga, ada hal lain yang dapat kita peroleh ketika bermain di alam. Selain
untuk menyegarkan pikirian dan badan, tak kalah penting untuk selalu bersyukur
akan karunia yang telah diberikan-Nya telah menciptakan alam yang begitu indah
ini. Menurut penelitian juga jika rajin traveling, maka tingkat kebahagiaannya
akan tinggi jauh dari stres. Katanya sih.
Aksi Bersih-Bersih di Lubuak Tempurung
Denis dan Imam sudah bersiap bermain air. Saya bersiap-siap juga. Ketika hendak meletakan tas dan pakaian. Tiba-tiba Denis teriak banyak sampah dedauan dan ranting di dalam kolammnya. Dengan spontan saja saya teriak untuk meminta mereka membersihkannya. Lalu melihat di sekitar saya ternyata banyak sampah plastik yang berserakan dan sangat mengganggu pemandangan.
Tidak
ada yang memerintah, tapi ini aksi spontan saja untuk membersihkan sampah ini.
Banyak plastik sisa bungkus makanan, minuman, bungkus rokok bahkan ada juga
celana dalam yang tidak sengaja dibuang oleh pengunjung.
Bermodalkan kantong plastik sisa yang ditemukan di sini, kami bersihkan tebing demi tebing sekitar Air
Terjun Lubuak Tampuruang. Hanya sampah yang tidak terurai oleh alam yang kami
pungut. Sampah tersebut kemudian saya buang ke sebuah tong yang setengahnya
telah terisi sampah. Sudah tiga kantong sampah kami kumpulkan dan buang ditambah
juga satu kantong besar lagi yang saya ikat dan rencananya akan dibawa ke posko.
Barangkali
siapa juga yang ini menikmati keindahan alam namun dengan suasana yang tidak
nyaman penuh sampah. Sangat disayangkan. Saya berkata kita sambil-sambil saja
lah, sambil berfoto dan mandi, sambil
juga bersihkan sampah, tidak ada salahnya juga.
Selesai,
lumayanlah bersih juga. Saatnya mandi. Hati-hati ketika ingin bermain air dan
lewat bebatuan sebab licin banyak terdapat lumut. Saya sempat terpeles, begitu
juga Denis yang telah tajilapak sebelumnya. Padahal sudah saya ingatkan.
Puas bermain air, akhirnya kami membilas badan dan mengganti pakaian. Untung saja saat berkunjung ke sini tidak ada orang hanya kami saja. Itulah keuntungannya bila melancong ke tempat wisata itu pagi-pagi sehingga bisa leluasa untuk bisa berinteraksi dan meresapi aura positif alam ini.
Kawasan Air Terjun Lubuk Tempurung sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pemandian alam, biasanya akan ramai dikunjungi saat menjelang bulan Ramadan untuk Balimau atau hari libur sekolah.
Air Terjun ini cukup terbuka, sinar matahari semakin terik dan menembus dasar bebatuan lubuak yang berwarna hijau. Saat hendak pulang ada pengunjung yang datang, keluarga beranak satu. Sampai di posko ada rombongan lainnya yang juga datang. Untung saja pagi kami ke sini.
Perlu Ditambah Fasiltias di Lubuak Tempurung
Tempat
ganti pakaian memang seadanya meskipun terdapat 6 pondok di kawasan ini dan
hingga saat ini, saya gagal paham kegunaanya sebab saat ke sini pondok tersebut
tidak ada satu pun yang menunjukan aktivitasnya. Begitu juga minimnya tempat
sampah sehingga wajar bila akan ada sampah berserakan di kawasan ini.
Sesampainya
di posko, seorang pemuda menghampiri dan kami pun kemudian mengeluarkan uang
Rp.4 ribu untuk biaya parkir. Per motor dikenakan biayanya Rp.2 ribu.
Saya
sempat berbincang-bincang dengan pemuda yang kemudian saya panggil uda ini. Dengan ramah
dia menjawab beberapa pertanyaan yang saya ajukan. Ternyata Air Terjun Lubuk Tampuruang memang sudah dikenal sejak tahun 1980-an dan untuk gapura ini dibuat pada pertengahan
Desember 2015 lalu berkat binaan salah satu perguruan tinggi di Kota Padang.
Bahkan saya juga curhat kepadanya tentang minimnya tempat sampah dan tempat
ganti pakaian di lokasi wisata.
Ketika alam memberikan pesonanya dan kita menjaganya, maka alam pun akan menjaga kita. Tidak ada yang perlu disalahkan. Ketika kita tidak mau menjaganya, setidakanya jangan merusaknya, semisalnya buang sampah.
Saya bukan pencinta alam yang hobi melalang buanana dan menjelajah sana sini. Saya hanya penikmat alam saja. Pelajaran berharga yang saya dapatkan secara langsung kala itu dan alam pula yang mengajarkannya. Seperti pepatah minang, alam takambang jadi guru. Terakhir saya berfoto di depan gapura objek wisata ini sebagai penutup perjalanan kami kali ini.
Air Terjun Lubuk Tempurung memiliki banyak potensi wisata yang perlu dikembangkan. Jalan-jalan ke Air Terjun Lubuk Tempurung dapat menjadi pilihan untuk memanjakan badan karena pesonanya yang rupawan. Ditambah suasananya yang alami dan airnya yang jernih dapat menjadi terapi untuk mencairkan kejenuhan keseharian kita serta meluruhkan segala penat yang ada. Terutama dalam mengisi waktu libur.
Jangan lupa juga singgah menjelajahi Lubuak Batingkek Pesona Lain Kampung Guo Padang
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.
saya selalu ingin ke padang, kapaaan yahh heheee
ReplyDeleteby mydaypack.com
Ayo uda main main ke Padang.
DeleteSalam kenal uda.
wah sayang banget ya kalo tidak dirawat dengan baik tempat sebagus ini lama kelamaan bisa rusak atau kotor karena sampah
ReplyDeletePerlu komitmen dari pengelola aja mas. Hehe
DeleteWah, Lubuak Tampuruang sudah makin bagus. Dulu saya ke sana Desember 2014. Naik angkot disambung ojek. Dulu itu sebagian jalannya masih rusak dan di sekitar air terjunnya kotor banget dengan sampah. Lokasi parkir juga masih ala kadarnya.
ReplyDeleteAlhamdulillah, senang sekarang melihat Lubuak Tampuruang sudah lebih bersih. Terima kasih juga dirimu mau memungut sampah-sampah yang berceceran di sekitar sana. Pertahankan terus sikap positifmu ini. Semoga pengunjung Lubuak Tampuruang menjadi semakin sadar pentingnya menjaga lingkungan agar tetap bersih. :)
Ia mas. Kalo berwisata tentu harus saling menjaga. Terutama jaga lingkungannya dari sampah. Kadang kita suka khilaf.
Delete