Tak ada yang menyangka bila Kota Padang memiliki suatu monumen yang begitu penting dan memiliki nilai historis yang tinggi. Bila sesekali melewati bundaran di jalan Dr. Soetomo, Simpang Haru, Kota Padang akan terdapat suatu monumen yang sepintas mirip lidah api atau puncak emasnya Monas. Inilah Tugu Tali
Tigo Sapilin atau Monumen Taman Tugu Padang Area dan lebih dikenal dengan nama Tugu Simpang
Haru.
Monumen ini sangat menarik dengan aristekturnya yang unik. Berbicara tahun pembuatan, monumen ini dibangun pada tahun 1991 dan selesai tahun 1992. Kenangan perjuangan para pahlawan bangsa terdahulu saat melawan penjajahan Hindia Belanda tidak akan pernah lupa di Kota Padang, terutama bagi masyarakat Simpang Haru ini yang melatarbelakangi pemerintah kota membangun monumen ini.
Monumen ini menjadi salah satu identitas di Kota Padang yang selama ini dijadikan tempat nongkrong bagi kaula muda dan beberapa komunitas. Dulu monumen ini sangat diacuhkan oleh masyarakat akibat banyak tukang palak bila nongkrong di sini. Bila siang hari di monumen ini sangat sepi hanya lalu lalang kendaraan saja yang meramikannya, namun berbeda bila sore dan malam tiba sekumpulan kaula muda akan nongkorng di monumen ini.
Namun berbeda kini, sekitar bulan Mei 2016 Pemerintah Kota Padang telah melakukan pembenahan sehingga tempat ini menjadi lebih cantik dan nyaman. Bakan denganya landmark tulisan "Taman Tugu Padang Area" dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk mengabadikan gambar.
Nah, dari berbagi literatur dan cerita masyarakat, monumen ini melambangkan perjuangan para pahlawan negeri ini. Semangat juang tersebut terlihat dari bentuk lidah api yang membara. Selain itu terdapat relief yang menjelaskan suasana zaman penjajahan Hindia Belanda yang menghiasinya.
Dulu, di sekitar monumen ini dijadikan sebagai tempat perbatasan, tempat perperangan, dan tempat penyimpanan senjata. Bahkan ada yang menceritakan lokasi monumen ini adalah tempat pertama kalinya penyerangan tentara sekutu oleh para pelajar dan masyarakat Simpang Haru. Atas penyerangan itu memicu juga penyerangan lainnya dan gejolak perjuangan di Kota Padang melawan penjajah yang masuk ke Kota Padang.
Ada juga yang menuliskan monumen ini didirikan sebagai wujud penghargaan terhadap kaum perempuan dimana adat Minangkabau yang berpolakan sistem Matrilineal atau dengan garis keturuan ibu. Bentuk tiga piliinan putih yang menjulang tinggi ini melambangkan falsafah dalam adat Minangkabau yakni Tungku Tigo Sajarangan dan Tali Tigo Sapilin yang terdiri dari Bundo Kanduang atau Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cerdik pandai.
Bila kesempatan mengunjungi monumen ini diharapkan dapat menjaga kebersihan dan tidak melakukan aksi vandalisme yang sangat merugikan. Toh, tempat sampah sudah tersedia. Jadi mari secara bersama-sama menjaganya. Setidaknya dari monumen ini kita telah belajar kembali adat dan budaya Minangkabau serta membangkitkan kembali semangat juang dalam melawan penjajahan di era secanggih ini.
Tulisan ini telah dipublikasi di Detik Travel Tahun 2016
Tulisan ini telah dipublikasi di Detik Travel Tahun 2016
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.
Ih bagus kali blog nyaaaaa
ReplyDeletewah makasih banyak aul hitssss
Delete