Suasana jalan Pasa Batipuh sore itu agak berbeda dari biasanya. Banyak masyarakat yang berkumpul di depan Masjid Muhammadan. Padahal salat Ashar telah berlalu. Semakian sore, semakin ramai tempat ini. Saat itu saya tidak sendiri, bersama bang Emen, bang Rian, Dedet dan Tulus. Terlihat juga rekan-rekan wartawan yang sedang bercengkerama sembari menyandang kamera ditangannya. Bahkan ada Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang dan jajarannya.
Hari itu, saya dan masyarakat lainnya hadir memadati tempat ini. Kami memiliki
tujuan yang sama untuk menyaksikan secara langsung prosesi Upacara Serak Gulo yang
telah menjadi tradisi tahunan oleh masyarakat muslim India di Kota Padang.
Saya sudah lama ingin melihat
tradisi ini, tapi belum juga tercapai. Kesempatan baik itu berhasil saya
manfaatkan. Memang informasi penyelenggaran kegiatan ini tidak begitu banyak
orang yang tahu. Meski tanggal kegiatannya sudah pasti.
Serak gulo atau dalam bahasa
Tamilnya Sinni Fottu yang berarti pelemparan gula ini merupakan salah satu identitas perpaduan keagamaan dan
budaya dari masyarakat keturunan India yang berada di Kota Padang. Tradisi ini sudah berlangsung ratusan tahun diperkirakan sejak abad ke-17.
Tradisi ini untuk memuliakan hari kelahiran seorang ulama besar India
yang bernama H.Imam Saul Hamid yang dianggap sebagai Wali Allah. Semasa
hidupnya Imam Saul Hamid sangat pemurah dan suka memberi kepada siapa saja
terutama yang membutuhkan sehingga masyarakat setempat memperingati hari
lahirnya dengan acara Upacara Serak Gulo.
Upacara ini merupakan sebuah ungkapan rasa hormat, terima kasih dan
permohonan dan cinta kasih pada seorang Wali Allah yang merupakan orang keramat
di Kota Nagur Syarif. Tradisi ini tidak
hanya berkembang di daerah asalnya tetapi juga menyebar keberbagai daerah
lainnya di India.
Pelaksanaannya di lakukan setiap tanggal 30 Jumadil Awal sampai 10
Jumadil Akhir. Di Dunia hanya ada tiga tempat yang menyelenggarakan tradisi serupa, pertama tentu di Darga, India, kedua di Kota Padang yang berlangsung di Masjid
Muhammadan serta terakhir di Singapura.
Masjid Muhammadan |
Bagi masyarakat muslim keturunan India di Kota Padang, pelaksanaan
tradisi ini media edukasi untuk
terus menjaga tradisi nenek moyangnya kepada generasi berikutnya, sebagai
peringatan dan rasa hormat terhadap ulama besar Imam Saul Hamid. Selain itu
untuk melaksanakan nadzar serta
sebagai sarana menjalin tali silaturahmi antar masyarakat.
Prosesi Upacara Serak Gulo
Prosesi Upacara Serak Gulo
Masyarakat muslim keturunan India |
Tahap awal dari rangkaian upacara serak gulo dimulai dari pembungkusan
gulo yang telah dibawa dari rumah masing-masing oleh masyarakat muslim
keturunan India. Kemudian dibungkus menggunakan kain perca yang berwarna warni
dengan ukuran 100 gram hingga 500 gram.
Seorang lelaki muslim keturuan India sedang meletakan gula yang telah diberikan masyarakat sebelum prosesi Serak Gulo dimulai |
Tiap masyarakat yang menjadi peserta dalam upacara ini memberikan gulanya kepada panitia pelaksana secara sukarela. Gula yang digunakan berupa gula pasir. Tidak ada ketentuan untuk jumlahnya, sesuai dengan keinginan dan nadzarnya. Setelah semua gula terbungkus dengan rapi dan disimpan di salah satu rumah warga yang telah ditunjuk.
Ibu-ibu sedang memasukan gula ke dalam kain perca |
Amiang |
Pemasangan bendera hijau berlambang bulan dan bintang |
Persiapan |
Usai berdoa. Dimulai lah acara
puncak Serak Gulo tersebut. Menariknya
tidak hanya masyarakat India saja, tapi ada juga dari etnis lain yang turut
ikut memeriahkan tradisi ini, dari warga Minangkabau dan Tiongkok. Para peserta
tradisi ini sudah mempersiapkan kantong plastik dan karung kecil untuk
menyimpan hasil gula yang telah diperolehnya.
“Bismilahirahmanirahim, Mulai..” begitu kiranya aba-aba prosesi puncak Upacara Serak gulo.
Berdoa sebelum mulai upacara Serak Gulo |
Masyarakat yang menjadi peserta tradisi ini sudah bersiap-siap dengan
menangkat kedua tangannya. Pantia mulai melempar satu per satu gula. Ada yang
melemparnya ke arah kiri, ke kanan bahkan ke tengah. Pokoknya ke segala
penjuru.
Saya mengambil posisi di depan masjid bersama Tulus dan Bang Rian. Tapi kami
tidak masuk ke dalam kerumunan orang-orang itu, sengaja mencari tempat yang aman. Kabarnya bila
kena kepala lumayan sakit juga. Dedet mengambil video di lantai dua tempat saya
berada. Sedangkan Bang Emen sepertinya berada dalam kerumuman sebab tidak
terlihat.
“Lempar kemari pak Wali”
Walikota Padang turut ikut dalam tradisi Serak Gulo |
“Kasiko Pak”
Teriakan masyarakat yang meminta agar gulanya dilempar ke arahnya
menjadi percakapan yang sering terdengar kala itu. Suara bising dan jatuhan gula yang mengenai kaca rumah dan atap begitu terdengar sekali. Sesekali ada gula yang
menuju tempat saya berdiri dan untungnya saya memperoleh 2 bungkus gula ini. Alhamdulillah.
Serak Gulo ini merupakan acara yang di tunggu-tunggu oleh
pengunjung dan penadzar, sebab ada keyakinan dalam masyarakat keturunan India
kalau gula yang dilemparkan oleh panitia dari atap masjid tersebut mengandung
kekuatan magic yang dahsyat. Hal ini membuat setiap peserta dan penonton
yang hadir dalam acara ini akan berusaha
sekuat tenaga untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya bungkusan gula.
Acara penutupannya akan berlangsung upacara Arak Cendana yang merupakan prosesi terakhir dari perayaan
upacara Serak Gulo yang berlangsung pada 10 Jumadil Akhir untuk memperingati
kematian ulama Islam asal India, H.Imam Saul Hamid.
Kegiatan ini dengan membacakan
shalawat sambil membawa serbuk dari kayu cendana yang kemudian dioleskan ke
wajahnya. Sekaligus kegiatan Morre
atau mendoa untuk para leluhur sesuai yang diminta penadzar yang ditujukan
kepada kaum kerabat yang telah meninggal dunia. Kegiatan ini masih dipusatkan di
Masjid Muhammadan.
Menuju Festival Serak Gulo
Bagi saya tradisi Serak Gulo ini sangat menarik dan mengesankan. Tidak pernah juga saya merasakan berada di antara orang-orang yang memiliki paras India dan saat
prosesi Upacara Serak Gulo ini saya dapat menjumpainya. Serasa di film India, sebab
nuansa budaya India-nya begitu kental sekali.
Senja di Masjid Muhammadan |
Meski upacara Serak Gulo ini sebuah kegiatan tahunan, tapi dapat menjadi
media pembelajaran bagi generasi muda dalam menjaga tradisi leluhurnya
dan menjaga tali silaturahmi sebagai bentuk kerukunan antar umat. Meski perkembangan
zaman yang begitu cepat dan menuntut segalanya untuk beradaptasi, hal ini termasuk juga tradisi Upacara Serak Gulo ini.
Tidak terasa sekitar 30 menit prosesi Upacara Serak Gulo ini berlangsung.
Begitu cepatnya, padahal prosesi awalnya cukup panjang sekali. Perlahan langit
yang semula biru menjadi lebih gelap. Lembayung senja telah tiba. Artinya azan Magrib akan berkumandang.
Selfie dengan Walikota Padang |
Ternyata Upacara Serak Gulo ini memberikan kesan
tersendiri bagi saya. Sensasinya luar biasa dan memberikan pengalaman yang tak terlupakan. Semoga tahun depan,
semakin meriah dan menjadi agenda pariwisata di
kawasan Kota Tua Padang. Menjadikan Festival Serak Gulo.
Selfie dengan Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang |
*** Tulisan ini lanjutan dari cerita Masjid Muhammadan dan Kampung Keling, Kehidupan Masyarakat Muslim Keturunan India di Kota Padang.
Referensi:
(1) Refni Yulia. Serak Gulo; Antara Identitas dan Kebudayaan dalam Masyarakat Keturunan India di Padang. Artikel Internet. Diakses Februari 2017.
(2) Foto-foto koleksi pribadi.
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.
Yang baju biru jan sampai lolos bang~
ReplyDeleteSayangnya lah lepas win. Lupa minta kontaknya hahahaha
Deleteah unik banget mas bay, baru tau ada ginian. berarti gula dari jaman dulu memang dianggap spesial ya
ReplyDeleteBenar sekali saya saja baru pertama liat ini. Dan sangat terkagum-kagum. Unik dan langka.
DeleteSepertinya gula menjadi simbol dalam mempererat kerukunan antar umat. Karena rasanya manis sehingga diasosiasikan dengan manisnya rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Begitu kiranya.
Acaranya unik ya, baru tau kalo di Padang ada acara beginian. Jadi pengen nyaksiin secara langsung, semoga nanti bisa kesampean kesana.
ReplyDeleteIa uni Eka Handa, unik dan menarik sekali. Bisa disaksiakn kok uni, ada tiap tahunnya tinggal nunggu waktunya aja hehee
DeleteUnik sekali tradisinya. Dan saya baru tahu bahwa ada acara budaya seperti ini di Kota Padang. Baru baca dan dengar. Duh saya orang Minang tapi kurang piknik :)
ReplyDeleteIa Uni. Emang unik sekali dan tidak banyak org yang tahu. Padahal acaranya udah turun temurun loh. Hehehehe
DeleteJangan gto uni. Setidaknya sekarang ini udah tahu. Tahun 2018 besok kalo ada kesempatan bisa melihat uni.
Btw salam kenal uni kalo ada kesempatan juga bisa kita meet up?
Cerita yang menarik mas
ReplyDeleteMakasih mas. Menariknya kalo kita ikut menyaksikan hehehehe
Delete