Berlibur ke Ranah Minang jangan lupa untuk mengunjungi Jajang Koto Gadang yang berada tidak jauh dari Kota Bukittinggi. Janjang Koto Gadang ini memiliki peranan tersendiri masyarakat sekitar. Dulu masyarakat Koto Gadang bila bepergian ke Bukittinggi maka akan melewati janjang ini.
Untuk bisa sampai ke tempat ini terdapat dua pintu masuk, pertama dari Nagari Koto Gadang, Kecamatan VI, Kabupaten Agam. Pintu kedua dari Kelurahan Kayu Kubu, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi, yang dekat lobang Jepang dan janjang seribu. Dari objek wisata Jam Gadang sekitar 15 menit dan jika dari Kota Padang sejauh 97 km atau 2,5 jam.
Saya bersama Tulus berkunjung ke janjang ini melalui pintu masuk dari Kota Bukittinggi, kendaraan kami parkirkan disalah satu kedai milik warga setempat, kemudian kami jalan menuruni jalan yang telah ada rutenya. Kiri kanan terlihat dinding ngarai yang tinggi, hamparan sawah yang baru ditanam memberikan warna tersendiri.
Janjang Bersejarah, Janjang Batuang
Jembatan Gantung |
Setelah beberapa langkah berjalan kaki akan bertemu dengan jembatan gantung yang mengubungkan Bukittinggi dan Nagari Koto Gadang. Dari jembatan ini sudah terlihat dinding-dinding Janjang Koto Gadang. Saat melewati jembatan ini, disekeliling terlihat panorama ngarai begitu indahnya yang dibelah oleh aliran sungai Batang Sianok. Nah, jembatan gantung ini maksimal dapat dilalui oleh 10 orang ya.
Janjang atau dalam bahasa Indonesia-nya tangga ini sudah lama ada kira-kira sejak era tahun 1900-an. Namun, kondisinya saat itu masih seadanya. Dengan adanya jalan ini masyarakat Nagari Koto Gadang yang ingin berpergian ke Kota Bukittinggi lebih mudah. Tanpa ada janjang ini masyarakat harus berputar melalui jalur utama yang jarak dan waktu tempuhnya memakan waktu.
Ratusan anak tangga akan dilalui ketika mengunjungi Janjang Koto Gadang |
Janjang Koto Gadang menjadi spot unik berfoto |
Menurut
Qamaruzzaman Datuak Magek Labieh dikuti dari tulisan Haslizen Hoesin dalam blognya, “Janjang” (dari Kotokaciak ke dasar ngarai disebut juga “Janjang Seribu”) telah ada sekitar awal tahun 1900-an, karena
tahun 1930-an ada foto Orang Tua Ruz Qamaruzzaman Datuak Magek Labieh di
jembatan gantung menuju ke sekolah MULO Fort de Kock (SMP 2 Ateh Ngarai).
Kemudian, menurut seorang sesepuh di Koto Gadang Agam Saiful (82). “Tidak jelas kapan Janjang Saribu Koto Gadang dibangun”. Namun beliau
mengatakan: “Janjang Saribu ini telah ada semenjak dirinya lahir 82 tahun
yang lalu. Di zaman dulu warga sekitar juga tidak pernah menghitung jumlah anak
tangga ketika dibangun”.
Lebih lanjut Saiful menceritakan:
“Dari cerita-cerita orang tua zaman dulu, Janjang Saribu ini telah dibangun zaman penjajahan Belanda. Pada masa itu, janjang bernama Janjang Batuang (Tangga Bambu), karena janjang dari tanah garam ditopang oleh bambu yang disusun secara rapi”.
Umumnya harus mendaki anak tangga dan berada di tebing Ngarai Sianok |
“Dulu warga sini banyak yang bekerja sebagai pengangkut pasir, yang diambil dari batang Sianok. Kalau lewat jalan utama sangat jauh, makanya dibangun janjang menyusuri tebing Ngarai sebagai jalan pintas,” jelas Saiful.
Menurut Hanif Hoesin Datuak Panduko Nan Gadang, dia
mendapat informasi dari seseorang yang hadir pada peresmian, bahwa: “Janjang
dibuat tahun 1814 secara gotong royong.”
Dari pernyataan tersebut, menunjukan janjang ini sangat bersejarah dan memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat setempat sebagai sarana akses jalan keluar dan masuk kampung.
Baca: Masjid Nurul Iman Koto Gadang, Masjid Bersejarah Dekat Ngarai dan Kaki Gunung Singgalang
Baca: Masjid Nurul Iman Koto Gadang, Masjid Bersejarah Dekat Ngarai dan Kaki Gunung Singgalang
Papan nama Janjang Koto Gadang |
Perjalanan dimulai ketika melewati jembatan gantung ini. Lumayan gamang karena posisi kita berada di atas ketinggian. Puluhan anak tangga sudah menanti. Kabarnya untuk sampai puncaknya atau titik pintu keluar, harus menaiki dan menuruni 315 anak tangga yang dapat dilalui dengan jalan kaki sepanjang lebih dari 1 km dengan lebar hampir 2 m dan tinggi dinding 1,5 m.
Setelah direnovasi sejak tahun 2011, janjang ini direkonstruksi sedemikan rupa sehingga memiliki bentuk menyerupai tembok yang ada di Tiongkok dan kini diberi nama Great Wall of Koto Gadang. Janjang yang diresmikan tahun 2013 oleh Menkominfo Ir. H. Tifatul Sembiring.
Lekukan jalan Great Wall of Koto Gadang |
Jalan mendaki |
Salah satu spot untuk isitrahat dan berswa foto |
Sepanjang jalan hamparan ngarai membentang kiri kanan dilalui sungai Batang Sianok, pepohonan hijau yang memanjakan mata ditambah hawa sejuk perbukitan yang menambah nuansa yang berbeda di tempat ini. Janjang ini dibuat untuk memudahkan pejalan kaki dari jalan raya Ateh Ngarai (Bukittinggi) ke Bantolaweh kemudian ke Ngarai hingga ke Nagari Koto Gadang.
Menariknya Great Wall of Koto Gadang ini dikelola secara swadaya oleh masyarakat sekitar. Tidak ada biaya masuk hanya saja disarankan pengunjung mengisi kota seikhlasnya untuk membantu biaya kebersihan. Paling membayar parkir motor Rp.2 ribu.
Pengunjung yang sedang mengabadikan momen |
Melangkah dan bergaya |
Spot foto favorit pengunjung |
Terdapat beberapa spot untuk beristirahat, sebab jalur yang akan dilalui dominan mendaki. Tenang saja bila lelah ada penjual minuman dan makanan. Sesampai puncaknya terdapat beberapa kedai yang bisa pengunjung singgahi untuk melepas lelah setelah meniti janjang ini.
Great Wall of Koto Gadang menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Bukittinggi dan Kabupaten Agam yang banyak dikunjungi, sekaligus untuk berolahraga. Disamping itu juga untuk mengenang Pahlawan H. Agus
Salim dengan dibanguannya monumen dan surau.
Jadi, bila ke Bukittinggi atau Koto Gadang dapat mencoba melihat pesona janjang bersejarah ini, sehingga tidak perlu jauh-jauh ke Negeri Tirai Bambu untuk mencari tembok besar. Sekitar destinasi ini ada juga Janjang 1000, Lubang Jepang, Panorama Ngarai Sianok dan kulineran Itik kado Hijau.
Puluhan akan tangga mendaki |
Great Wall of Koto Gadang yang mempesona |
Prasasti Peresmian Janjang Koto Gadang |
Gazebo begonjong berlatarkan Ngarai Sianok |
Hamparan sawah yang baru ditanam berlatarkan Ngarai Sianok |
Ngarai Sianok |
Peta lokasi Janjang Koto Gadang dari Google Maps:
————————————————————————————————————————————————————
Bayu Haryanto – biasa disapa Ubay. Penikmat senja yang bermimpi untuk explore Indonesia dengan tagline #JelajahNagariAwak. Pemotret yang suka dipotret. Perngkai kata dalam blog kidalnarsis.blogspot.co.id. Jejaring sosial Twitter @beyubay dan Instagram @beyubaystory.
Traveling ■ Explore ■ Journalism ■ Photograph ■ Writer ■ Share ■ Inspire
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.
Eh serius itu cuma bisa diseberangi 10 orang? pas kesana bulan Februari 2017 ditulis max bisa diseberangi 20 orang.
ReplyDeleteia bu bolehnya 10 max ada papan peringatannya bu. Lebih baik kan mengikuti aturan yang udah ditentukan hehehe
Deletewaah asik ini sebenernya buat wisata trekking hehe. meski jalurnya buatan. tapi unik kayak tembok besar china. kalo ini dalam skala yg lebih kecil
ReplyDeleteMemang asik untuk olahraga mas tapi lelah sekali loh hehehe
Deletebetul mininya great wall tiongkok
Bangunannya unik mas:D buat aktifitas rapling kayake bisa hehehe...bangunan lama direnov dengan arsitektur menarik :D. Btw saya jadi ingat Benteng Takeshi
ReplyDeleteBetul sekali mas. hehehe kykny gk direkomendasikan deh dindingnya kita gk tahu kuat apa tidak mas. Hahaha
DeleteWah, acara zaman jadul sekali tu hehehe
ternyata eh ternyata Di Indonesia pun ada tempat kayak di China ya, ah jadi pengen kesana, tolong tarik aku kesana hehehe
ReplyDeleteIa dunk mas,yuk ke Ranah Minang mas. Sekilas mirip tapi versi mininya. 😂
DeleteMaaf mas kyknya ada sedikit kesalahan. Jenjang koto gadang bukan lah jenjang seribu. Karena jenjang seribu bergerbang di daerah bukit apit dan berpagar besi. Memang kedua ini membentang di kawasan ngarai sianok dengan jarak yang cukp berdekatan. Kalau jenjang seribu turunanx lebih curang bahkan membelah diantara batu besar yg sempit. Gambar diatas merupakn jenjang koto gadang bukan gambar jenjang 1000
ReplyDeleteMaaf mbak. Coba baca baik2 lagi. Itu memang kisahnya.
Delete