Kehidupan bermasyarakat di Minangkabau tidak lepas dari rumah gadang, surau dan ruang terbuka atau ruang pertemuan. Ketiga tempat ini dipastikan ada di tiap nagarinya (desa). Dalam perkembangannya, ada yang masih bertahan, dari generasi ke generasi. Ada juga yang sudah berubah bentuk, fungsi, dan lokasinya hingga berujung menjadi destinasi wisata dan tempat edukasi.
Misalnya saja Balirung Sari Tabek. Tempat ini menarik untuk dikunjungi, apalagi dalam mengenal lebih dalam lagi budaya dan adat Minangkabau. Bila berpergian ke Kabupaten Tanah Datar dapat singgah ke tempat yang sudah menjadi cagar budaya nasional ini.
Jika dari Kota Padang sekitar 2,5-3 jam atau dari Batusangkar sekitar 30 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun bus mini. Lokasinya tepat di Nagari Tabek, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.
Jika dari Kota Padang sekitar 2,5-3 jam atau dari Batusangkar sekitar 30 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun bus mini. Lokasinya tepat di Nagari Tabek, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.
Balairung Sari
merupakan tempat pertemuan adat tertua di Minangkabau. Sebelum
tahun 1983 bangunan ini bernama Balairung Panjang, kemudian berubah nama menjadi
Balairung Sari Tabek. Bangunan ini erat kaitannya dengan Nagari Pariangan. Menurut
tambo, nagari (desa) ini merupakan daerah pemukiman pertama di Minangkabau dan berada
di kaki gunung Marapi sehingga berhawa sejuk dan memiliki tanah yang subur. Nagari
ini juga disebut sebagai Nagari Tuo Minangkabau.
Dari Nagari Tabek ke
Nagari Pariangan ini cukup jauh, tapi memiliki nilai historis yang saling
terkait. Bangunan ini dirancang oleh Datuak Tantejo Gurhano yang juga merupakan arsitek
pertama rumah gadang yang berasal dari
Nagari Pariangan. Balairung Sari Tabek ini diperkirakan sudah
berdiri lebih dari 300 tahun, kira-kira abad ke-17/18 lalu, tapi ada juga yang menuliskan sekitar abad ke-15.
Balairung Sari Tabek dan Keunikan
Arsitekturnya
Menurut tulisan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Nagari Tabek, konstruksi bangunan Balairung Sari Tabek merupakan hasil karya yang memiliki perpaduan dari kondisi alam, budaya, kebutuhan sosial nenek moyang Minangkabau yang telah berhasil dicitrakan dalam penampilan karya-karya arsitekturnya yang mengagumkan.
Saya berkesempatan mengujungi tempat ini, dari luar sudah terlihat bentuk bangunannya dan plang tulisannya. Kemudian akan masuk melalui gapura yang beratap gonjong dengan bahan ijuk dan ada satu bangunan sebelah kanannya. Papan informasi tersedia. Lingkungannya sangat asri, bersih dan terjaga.
Menurut tulisan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Nagari Tabek, konstruksi bangunan Balairung Sari Tabek merupakan hasil karya yang memiliki perpaduan dari kondisi alam, budaya, kebutuhan sosial nenek moyang Minangkabau yang telah berhasil dicitrakan dalam penampilan karya-karya arsitekturnya yang mengagumkan.
Saya berkesempatan mengujungi tempat ini, dari luar sudah terlihat bentuk bangunannya dan plang tulisannya. Kemudian akan masuk melalui gapura yang beratap gonjong dengan bahan ijuk dan ada satu bangunan sebelah kanannya. Papan informasi tersedia. Lingkungannya sangat asri, bersih dan terjaga.
Dilihat dari desainnya, Balairung Sari Tabek menyerupai bentuk rumah gadang, tapi tidak memiliki sekat ruang dan dinding sehingga apapun kegiatan yang berlangsung di atas bangunan ini dapat diketahui dan dilihat oleh semua kalangan. Terdapat 17 pilar yang seolah menjadi kamar-kamar.
Bentuk atapnya gonjong yang berjumlah 6 buah dan bahan ijuk. Atap ijuk ini menjadi ciri khas atap dari bangunan tradisional di Minangkabau dan saat ini sudah mulai langka. Pada bagian ujung gonjongnya terdapat bentuk bulan dan bintang yang lambangkan nilai-nilai Islam yang menjadi landasan orang Minangkabau.
Berbertipe bangunan panggung yang tingginya 1 m dari tanah ke lantai dengan 4 anak tangga yang berada di kiri dan kanan bangunan. Uniknya pondasinya terbuat dari batu yang tidak ada perekatnya antara tiang kayu dengan batu. Seperti bangunan rumah gadang pada umumnya, posisi tiangnya tidak bener-bener tegak lurus, tapi sedikit miring
Balairung Sari Tabek memiliki panjang 18 m dan lebar 4.40 m yang membentang dari utara ke selatan. Bangunan ini dengan atap ijuk yang ketebalannya sekitar 10 cm. Terbuat sepenuhnya dari kayu yang berasal dari pohon Jilatang. Mitosnya kayu ini memiliki kandungan magis yang tinggi.
Tiang pada bangunannya ditopang oleh 36 balok kayu yang memiliki ketinggin 3 m dan disambungkan dengan cara dipasak, tanpa paku. Ini merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat untuk adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang rawan gempa bumi. Kayunya ini belum pernah diganti dan masih asli hingga sekarang.
Sekilas bentuk bangunan Balairung Sari Tabek ini menyerupai perahu. Jika dilihat dari bentuk bangunannya, Balairung Sari Tabek ini bangunannya bercirikan sistem Bodi Caniago. Namun, nyatanya masyarakat Nagari Tabek menganut sistem Lareh nan Bunta, jadi tidak sepenuhnya menggunakan sistem kalarasan Bodi Caniago atau Koto Piliang.
Lantai bangunan rata tanpa anjung. Menariknya, dari tulisan Balai Pelerstarian Cagar Budaya (BPC B) Batusangkar, pada ruang (bagian antara satu tiang ke tiang berikutnya) ke-9 dari kanan (utara) lantainya terputus dan tidak menyambung dengan lantai ruang berikutnya, sehingga seolah-olah lantainya terbagi dalam dua sisi. Lantainya terputus ini disebut dengan Labuah Gajah, berfungsi dulunya sebagai tempat lewat kendaraan raja-raja yang datang saat akan mengadakan musyawarah atau kunjungan.
Saya pernah melihat bentuk bali adat dari tempat lainnya. Jika membandingkan, Balairung Sari Tabek ini sangat sederhana, tidak memiliki ornamen atau hiasan-hiasan layaknya bangunan tradisional di Minangkabau. Penuh dengan berbagai jenis ukiran, hiasan maupun pahatan lainnya.
Balairung Sari Tabek telah ditetapkan menjadi cagar budaya dengan ini dengan nomor inventaris NCB.20100108.02.000402 berdasarkan SK Menteri NoPM.05/PW.007/MKP/2010 yang mendapat pengawasan dari BPCB Batuangkar. Kemudian di tempat ini pengunjung dapat bertanya langsung kepada petugas yang sehari-harinya menjaga Balairung Sari Tabek ini
Di sana terdapat halaman yang cukup luas dengan rerumputan hijau yang asri. Dulunya menjadi Medan nan Bapaneh untuk mengadakan berbagai aktivitas di ruang terbuka. Kegiatannya mulai bermain anak-anak hingga atraksi-atraksi kesenian yang disajikan seperti randai, tari-tarian, selawat dulang, rabab dan lainnya. Terlihat juga terdapat batu-batu tua yang digunakan untuk tempat duduk.
Di sana terdapat halaman yang cukup luas dengan rerumputan hijau yang asri. Dulunya menjadi Medan nan Bapaneh untuk mengadakan berbagai aktivitas di ruang terbuka. Kegiatannya mulai bermain anak-anak hingga atraksi-atraksi kesenian yang disajikan seperti randai, tari-tarian, selawat dulang, rabab dan lainnya. Terlihat juga terdapat batu-batu tua yang digunakan untuk tempat duduk.
Terdapat sebuah kolam yang besar di bagian belakangnya. Dulunya hanya berukuran kecil yang dimanfaatkan sebagai tempat mencuci kaki. Kemudian terdapat bangunan menyerupai gazebo dengan atap begonjong di tengah kolam ini.
Hingga saat ini, Balairung Sari Tabek tetap berfungsi sebagai tempat rapat dan pertemuan adat, untuk berkumpul dan bermusyawarah. Sekaligus menjadi Medan nan Bapaneh bagi masyarakat sekitar.
Mengingat Kabupaten Tanah Datar memiliki historis yang tinggi akan budaya dan adat Minangkabau. Sudah tentunya memiliki berbagai peninggalan cagar budaya yang seharusnya dapat diviralkan lagi sebagai tujuan destinasi wisata sejarah dan budaya di Sumatra Barat.
Balairung Sari Tabek seolah menjadi ruang publik zaman now yang menyimpan sejarah panjang perkembangan kehidupan beradat yang telah eksis sejak ratusan tahun di Ranah Minang. Tertarik mengunjunginya? Ayo ke Kabupaten Tanah Datar.
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.
keren Bang. Gak terfikirkan oleh awak idenya seluas ini. Sukses bang.
ReplyDeletemaksih ken, hehehee ide apanya nih?
Deletesukses juga untuk ken ya.
Kapan piknik lagi?
Terakhir Awin ke Balairung Panjang ini kalo nggak salah pas masih SD deh. Udah lamaaaaa banget. Jadi pengen ke sini lagi
ReplyDeleteHuahaha lai ada awin selfie-selfie waktu itu? Eh, tapi zaman itu mana ada smartphone hehehe
Delete