Kopi sudah menjadi media yang paling ampuh untuk berinteraksi antar satu individu dengan individu lainnya. Dalam segelas Kopi dapat menyambung silaturahmi, membuka rezeki hingga mungkin sarana rekreasi.
Kopi pun telah mengalami peluasan makna tidak sebatas pohon atau olahannya. Kopi dalam artian sebuah perantara dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Kopi sangat memberi makna sekali. Olahan kopi yang paling terkenal adalah kopi susu atau capucino. Peminat minuman kopi ini cukup banyak terlebih pada kedai kopi kekinian. Kopi dan kedainya memiliki magnet tersendiri.
Dalam kehidupan bermasyarakat di Minangkabau, kedai kopi atau umumnya lapau (sebutan warung) tidak hanya menjadi tempat jual beli tapi juga menjadi sarana berinteraksi masyarakat. Umumnya menjadi tempat interaksi kaum laki-laki. Tidak memandang status sosial dan umur. Lapau menjadi tempatnya dan ota lapau menjadi bentuk aktivitasnya.
Hasil penelitian Julia Putri Ayu dan Mira Hasti Hasmira (2020) menyebutkan lapau sebagai media interaksi bagi kaum laki-laki digunakan untuk media kerja sama, dan kompetisi. Afrizal H, Yusril, dan Susandro (2020) meneliti tentang aktivitas ota lapau sebagai salah satu alternatif penciptaan teater kontemporer Minangkabau.
Di Lapau ada pertukaran informasi dan pengetahuan. Semua bebas berinteraksi membahas apapun. Bahkan lebih hebat lagi hipotesa dan kesimpulan-kesimpulan yang dilontarkan. Meski dalam suasana bersantai, bersenda gurau sambil bersantap sesuatu ditemani segelas kopi, cukup hangat dan membangun kebersamaan.
Itu jika dilihat di kampung-kampung. Di kota pun tidak jauh, selagi ada lapau pasti ada interaksi. Kopi, rokok, domino, dan gorenang acap kali jadi menu utama dalam percakapan di Lapau. Lapau atau Kedai kopi sejatinya tidak hanya menyuguhkan menu tunggal berupa kopi hitam tapi ada menu makanannya juga. Cuma kopi menjadi magnet utamanya.
Lapau menjadi ruang untuk membangun persepsi, pola pikir, dan bisa jadi permufaakatan yang nantinya dibawa ke ranah yang lebih serius. Semisalnya dalam pengambilan keputusan saat menyelesaikan sengketa.
Lapau secara tidak langsung telah membentuk ruang pembelajaran menjadi ruang budaya informal di luar pendidikan formal masyarakatnya. Belajar mahota (berbicara), belajar berdiplomasi, dan belajar pergaulan untuk anak muda yang beranjank dewasa.
Lapau dulu bergerak lebih maju sedikit menjadi kedai kopi kekinian. Secara kasat mata serupa saja. Namun, secara konstektual ada peluasan makna setingkat. Interaksi lapau zaman dulu sebelum ada akses internet dan gadget lebih jauh lebih kompleks. Lapau zaman sekarang telah mengalami penyesuaian terhadap perkembangan zamannya.
Jarang yang menyebut Lapau sekarang. Kedai kopi atau bahasa kerennya coffee shop kian berkembang. Tidak hanya di kampung, di kota sudah bak cendawan. Kedai kopi saja lebih enak sebutnya biar tidak patah-patah lidahnya jika bilang coffee shop.
Pola interaksi di kedai kopi modern ini jauh berbeda dengan di Lapau. Diskusi yang dibahasa lebih terarah dan jauh lebih private, terkesan lebih individualis tapi pembahasannya tidak serendom di Lapau. Namun, pesatnya perkembangan kedai kopi secara tidak langsung telah membuat ruang interaksi semakin banyak.
Lapau di kampung bisa dihitung jari, tidak jauh dari pemukiman dan pasar. Kalau kedai kopi kini jauh lebih banyak pilihannya dan tersebar dengan ragam bentuknya. Salah satu pemikatnya space-nya yang adaptif dengan kesenangan masyarakat yaitu estetik, fotogenik, menjual suasana atau ada hiburan musiknya plus ada wifi yang kenceng.
Padang sebagai kota yang cukup berkembang di pesisir pantai barat Sumatra memiliki kedai kopi yang melimpah dan beragam jenisnya. Ada yang konvensional, menggunakan box, menggunakan sepedah atau mobil hingga kedai kopi kekinian yang berpadu dengan resto, bistro atau cafe. Soal jumlahnya sudah pasti banyak cuma belum nemu saja data yang validnya, dari berbagai diskusi ada lebih dari 100 kedai kopi yang ada di Padang. Itupun sifatnya ada yang muncul dan bertahan serta kemudian hilang alias tutup. Rentang tahun 2019-2021 ini kedai kopi baru sedang melimpah di Padang.
Kopi naik kelas. Semacam sekolah saja ya ada acara naik kelas segala. Yap, semakin keren nama kedai kopinya semakin mahal harganya. Asumsinya bisa semacam itu. Begitu juga suasana tempatnya. Bisa jadi pula judul penelitian antara hubungan nama kedai kopi, suasana kedai kopi dan harga kopi. Ini bisa jadi dipengaruhi oleh peralatannya yang canggih, menjual suasana atau kualitas biji kopinya. Kopi memang menarik, meski rasanya pahit tapi sangat memberi makna. Tidak sepahit kenangan juga sih
Kedai kopi kekinian semakin berkembang di Padang, ruang interaksi seperti Lapau pun terjadi hingga secara tidak langsung telah membangun ekosistem kreatif bagi masyarakatnya. Kedai kopi menjadi media untuk basobok, mahota, dan mancari pitih. Itu lah kopi. Dari kopi ke kopi.
Kedai kopi menciptakan proses kreatif, terlebih bagi generasi mudanya. Di Padang sendiri, ruang kreatif terbentuk di kedai kopi. Bayangkan saja dengan space yang terbatas bisa menjadi tempat untuk mengambil kebijakan kota, menyerap aspirasi masyarakat, membuat event, mencari ide kreatif hingga menyelesaikan skripsi.
Kedai kopi kekinian di Padang pun menjadi panggung kreatif yang menyajikan semacam konser mini, pengunjung datang bisa jadi karena ingin bersantai sambil menikmati alunan musik atau berjoget ria. Contohnya di V-Coffee, Chakovi Cafe, Safa Coffee, Tara Coffee, Parewa Coffee, Menyala Coffee, Heyya Coffee, Kadai Kopi Nipah, dan kedai kopi hits lainnya.
Namun, sekian banyak kedai kopi kekinian itu yang legend yakni Lalito Coffee Bar & Roastery (2014), Kubik Coffee (2014), dan Rimbun Espresso & Brew Bar Padang (2015), dulunya bernama Kopi Nunos (2011). Lebih legend lagi kedai kopi Nan Yo (1932).
Kedai kopi yang ada live musiknya akan diburu oleh penggemarnya untuk menghabiskan malam nongkrong bersama pacar atau kawan sejawatnya. Hal ini menjadi trend di Padang, belakangan semenjak Pandemi COVID-19, kira-kira akhir awal tahun 2021.
Kedai kopi menjadi venue untuk penyelenggaraan kegiatan pun tidak luput nih ambil bagian, biasanya di Padang lokasinya ada di V-Coffee, Kubik Coffee, Kupi Batigo, Kadai Kopi Nipah, Lalito Coffee Bar & Roastery, dan kedai kopi lainnya. Terlebih kedai kopi yang areanya luas dan menyediakan space ruangan pertemuan baik skala kecil atau sedang.
Dari kopi ke kopi. Mencari tempat yang nyaman untuk mengerjakan tugas atau memang sambil kerja pun di kedai kopi kekinian jadi pilihannya. Suasana kedai kopi yang membentuknya secara tidak langsung, di kota-kota besar mungkin sudah biasa. Namun, Padang pun sudah mulai terlihat.
Dalam berbagai kesempatan ngopi, pengunjung tidak hanya untuk nongkrong tapi memang sambil kerja atau menyelesaikan tugas sekolah/kuliahnya seperti di Rimbun Espresso & Brew Bar Padang, Dua Pintu Coffee, Marjer Cafe, Toko Kopi Kita, Toko Kopi Rasa, Bacarito Kopi, dan Sasana Coffee. Mungkin ada lagi yang menjadi referensi di Padang?
Keterbatasan ruang publik bisa menjadi salah satu penyebabnya. Bayangkan saja ketika bosan dengan suasana kamar atau keadaan terdesak butuh akses internet pasti akan cari tempat yang ada wifi-nya. Mungkin warga Padang ada yang ingat atau pernah nongkrong sambil belajar di KFC atau McD atau XMart atau Kedai Papi? Zaman ketika kedai kopi kekinian belum menggeliat.
Space kreatif di Padang ada, cuma belum optimal dimanfaatkan, misalnya di Taman Budaya Provinsi Sumatera Barat karena areanya masih proses pembangunan dan perguruan tinggi karena feel-nya akan berbeda jika di luar kampus. Ruang interaksi publik yang terbentuk secara alamiah di Kawasan Tugu Gempa (atau Tugem bahasa kerennya), menjadi tempat nongkrong, panggung kreasi, dan didukung dengan sajian street food yang melimpah. Secara tidak langsung ekosistem kreatif telah terbentuk tapi butuh sentuhan.
Sebelum Pandemi COVID-19, pemerintah kota Padang pun membuat event Permindo Night Market pada bulan November 2019. Dilaksanakan pada malam minggu tiap bulannya. Konsepnya sekilas mirip di Tugem, tapi kegiatan ini memang dirancang dan diselenggarakan dengan sedemikian rupanya. Sepanjang Jalan Permindo di area Pasar Raya Padang menjadi venue-nya.
Dalam event ini menyajikan berbagai kuliner dengan konsep street food dan pertunjukan seni budaya sebagai wadah ekonomi kreatif berbasis komunitas, melibatkan pelaku ekonomi kreatif dan generasi milenial. Sayangnya ketika mulai berkembang, Pandemi COVID-19 pun tiba sehingga kegiatan Permindo Night Market off sementara waktu hingga sekarang ini.
Kedai kopi menjadi wokrspace. Bagi mereka-mereka yang menggantungkan hidupnya dengan akses internet, maka kedai kopi bisa jadi pilihannya. Kondisi Pandemi COVID-19 pun menjadi pemicu terjadinya work from home. Kedai kopi pun digunakan anak kuliahan untuk belajar, membuat tugas dan berdiskusi.
Bagi mereka-mereka yang bekerja di dunia kreatif dan sudah menerapkan digitalisasai, maka workspace ini bak jantungnya. Mereka menggantungkan semua aktivitas pekerjaannya secara digital hingga menjadi individu digital nomaden. Loncat dari tempat satu ke tempat lainnya, dari kedai kopi ke kedai kopi lainnya.
Beberapa orang semacam ini dapat dijumpai di Padang meski presentasenya tidak sebanyak di kota besar lainya. Pokoknya ada lah. Kebanyakan tempat yang secara tidak langsung menyediakan workspace di Padang ini merupakan kedai kopi, cafe atau resto. Itu pun tidak semua bisa.
Ruang publik dan ruang kreatif di Padang tampaknya agak terbatas. Untuk creative hub sekaligus workspace saja terbatas. Jikalau ada pun bisa dihitung oleh jari. Contohnya Up Coworking Space, DiLo Padang, dan Kubik Coworking & Art Space. Btw, tahun 2022 esok ini, pemerintah kota Padang berencana membuat Youth Center yang nantinya berfungsi sebagai creative hub dan aktivitas ekonomi kreatif. Kayaknya gak ada kedai kopinya deh di Youth Center-nya hehe
Ekosistem kreatif kota harus dibentuk dan berwujud. Industri kreatif sedang tumbuh dan menggeliat. Jika melihat hadirnya M Bloc di Jakarta, sebuah tempat berkonsep creative hub. Tempat ini lahir dan menjadi warna baru untuk mewadahi kebutuhan anak muda urban. Dalam satu kawasan ini terdapat berbagai macam space yang dapat dinikmati, mulai tenant kulineran, menikmati aktivitas seni budaya hingga nongkrong. Tetap kedai kopi tidak akan luput.
M Bloc ini hadir mirip seperti konsep kantin yang dipadukan dengan panggung anak sekolah dibawa menggunakan sentuahan kreatif dan kekinian. Terbayang suasana sekolah dulu? Acara pentas seni dan budaya anak SMA. Jaman sekolah dulu pernah ngalamin. Ah, memorable sekali.
Jikalau ada konsep seperti M Bloc ini di Padang, agaknya wadah dan rencana pemerintah kota ingin membangun creative hub bagi kaum mudanya bisa terwujud. Tentunya harus disesuaikan dengan culture anak mudanya di Padang.
Era digital saat ini telah mengubah perspektif dan mindset masyarakatnya terhadap konsumsi kopi. Kopi menjadi perantara berkreativitas membentuk nilai ekonomi baru yang perlu diperhatikan lebih serius. Kopi dan kedai kopi dengan segala pernak perniknya sedang tumbuh.
Dari kopi ke kopi, cerita dan ide bisa tercipta di mana saja, menjelma menjadi ekosistem industri kreatif. Muncul dan seyogyanya harus berkembang serta didukung bersama. Btw, ngopi yuk!
————————————————————————————————————————————————————
©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.
Waktu kecil di kampung rumah saya tidak jauh dari lapau. Setiap pagi dan sore mencium aroma kopi yang enak keluar dari sana. Diiringi oleh hentakan kartu domino, bau asap rokok, dan bapak-bapak yang tak henti-hentinya berdebat. Saya pikir lapau dan kopi turut mendukung mengapa orang Minangkabau senang banget berdebat 😘
ReplyDeleteTampaknya Padang dan Medan sama-sama sedang menggeliat bisnis warkop alias warung kopi.
ReplyDeleteKebanyakan anak muda yang punya garapan ini kalo gak matang membuat konsep, hanya berjalan beberapa saat saja. Kemudian berganti dengan bisnis lain.
Namun tak dipungkiri kalo Coffee shop memang menjadi wadah anak muda untuk berkreasi.
Setuju dengan istilah "kopi naik kelas".
ReplyDeleteSekarang lazim istilah "ngopi". Zaman dulu tidak.
Saya masih ingat saat kecil dulu, yang banyak minum kopi itu kakek-kakek dan nenek-nenek saja, di kampung-kampung. Kalau di kota minumannya teh, diseduhkan dalam cangkir.
Ya gimana, dulu adanya kopi hitam saja. Sekarang sudah variatif, kreativitas macam-macam di sekitar kopi dan tempat ngopi.
Duh, lapau. Di kampung papa mertua saya, Koto Laweh Padang Panjang, masih banyakkkkkk lapau-lapau.
ReplyDeleteMakin banyak kedai kopi kekinian di Padang ya. Kadang nama-namanya unik. Uruan kreatif, anak muda di Padang gak kalah keren dari anak-anak di Jakarta.
Kedai kopinya pada cozy gitu ya tempatnya...
ReplyDeletePas saya tinggal di Banda Aceh pun warkop bertebaran di mana-mana.
ada pengelompokan warkop yang tidak disengaja lagi.
ada warkop yang banyak bapak-bapak PNS nya.. ada warkop yang banyak bapak-bapak gurunya, ada warkop yang banyak anak mahasiswanya hehehe
walaupun warkop itu banyak banget, tiap dua bangunan ada warkop, tapi, tetap aja itu warkop selalu ramai
Nggak bisa lihat kedai kopi ya😔 kan jadi penasaran.
ReplyDeleteNgomongin kopi, aku juga suka nongkrong sambil ngopi kalau tempatnya kece,malah betah kalau ada live musiknya nggak mau pulang
Kopi sekarang memang jadi bahan bisnis para milenial. Seolah naik kelas itu tadi semakin bagus lokasi dan tempat, semakin naik harganya. Padahal kopinya sama kopi lokal
ReplyDeleteSemoga petani kopi semakin terangkat juga derajat dan kesejahteraannya
Lapau ni mungkin semacam hik (angkringan) kalau di Jawa ya... Memang sih kalau hik tu jadi tempat yang tempat buat ndobos (ngobrol ngalor ngidul) sampai nggak kerasa, waktu telah berlalu
ReplyDeleteOh,kalo di Minangkabau disebut Lapau ya. Biasanya saya cuma tahu sebutan Lapak gitu. Memang dari kedai kopi terkadang sering tercipta karya-karya menarik dan menjadi masterpiece loh. Itulah kenapa bapak-bapak pun suka nongkrong di kedai kopi sambil kombur (bercakap-cakap) ya.
ReplyDeleteduh lihat gambarnya, vibesnya enak banget jadi pengen buka laptop di sana, pasti lebih fokus lihat suasananya nyaman banget
ReplyDeleteAku pernah mimpi punya kedai kopi semacam ini kak, rasanya sampai sekarang kalau lihat kreativitas temen2 untuk bikin kedai kopi maccem2 dengan berbagai identitas tuh seru aja gituu pengennya menjelajahi semuanya hihi
ReplyDeleteKopi memang ngetrend sekali ya Mba.
ReplyDeleteIklim perkopian di Medan juga sedang geliat kreatif nya. Banyak yang kongkow-kongkow tidak sekedar kongkow tapi juga menikmati citarasa racikan kopi dari kafe ke kafe.
keren nih tempatnya, sekarang gtempat ngopi identik dengan yang minimalist gini ya jadi makin betah buat nongkrong hehe.. istilah kekiniannya mah instagramable hehee
ReplyDeleteMembaca ini turut tersenyum karena saya adalah salah satu yang bekerja dari kedai kopi satu ke yang lainnya, cukup tricky juga karena tidak semuanya ada workspace atau mendukung untuk kosentrasi. Beragam dan tumbuhnya coffee shop sekarang ini banyak yang menjual tempat, untuk rasa kopi yang khasnya bisa dihitung beberapa jari. But still kalau nemu kofisyop yang enak itu rasanya senang sekali.
ReplyDelete